Medan, AuraIndonesia.id | Mantan General Manager (GM) PT Graha Sarana Duta (GSD), Mahmud yang merupakan anak usaha dari PT Telkom Indonesia dituntut 1,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar.
Tuntutan terhadap Pria yang berusia 62 tahun tersebut terkait kasus korupsi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung Balei Merah Putih milik PT Telkom Indonesia di Pematangsiantar tahun anggaran 2016–2017.
JPU dalam nota tuntutannya menyebutkan, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan perbuatan terdakwa Mahmud telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana dalam dakwaan subsider.
Terdakwa melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mahmud oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan (1,5 tahun),” kata JPU Ferdinan Tampubolon di Ruang Sidang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (17/12/2024) sore.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut terdakwa Mahmud untuk membayar denda sebesar Rp100 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp1.221.220.500 (Rp1,2 miliar lebih),” ucap Ferdinan.
Dengan ketentuan, lanjut Ferdinan, apabila UP tidak dibayar dalam waktu paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut.
“Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup untuk mengganti UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 9 bulan,” ungkapnya.
Namun, sambung jaksa, dikarenakan terdakwa telah mengembalikan uang senilai Rp1.106.220.500 (Rp1,1 miliar lebih), maka pengembalian uang tersebut akan diperhitungkan untuk pelaksanaan kewajiban UP terhadap terdakwa.
Menurut jaksa, hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya penyelenggaraan negara bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa sudah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.106.220.500 dan Rp115 juta (uang pajak), sehingga total Rp1.221.220.500 (Rp1,2 miliar lebih),” jelas Ferdinan.
Usai mendengarkan tuntutan, selanjutnya Majelis Hakim yang diketuai Jon Sarman Saragih menunda dan akan kembali membuka persidangan pada pekan depan tepatnya Selasa (24/12/24) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa.