Oleh : Hery Buha Manalu
Muara, AuraIndonesia.id | Danau Toba, permata geologi dan budaya Sumatera Utara, kembali dihadapkan pada momen krusial. Pada 22 Mei 2025 lalu, Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (UGGp) bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara menggelar Lokakarya Pra-Revalidasi UNESCO.
Kegiatan yang mengusung tema “The Spirit Toward Green Card” ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan sebuah penegasan komitmen kolektif untuk meraih kembali “kartu hijau” (green card) dari tim penilai UNESCO yang akan berkunjung pada 15 hingga 20 Juli 2025. Di balik teknis revalidasi ini, tersimpan semangat besar untuk mengukuhkan Danau Toba sebagai geopark dunia yang lestari dan berdaya.
Lokakarya tersebut menjadi panggung sinergi yang luar biasa. Berbagai pemangku kepentingan, mulai dari dewan pakar, perwakilan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, civitas academica, penggiat pariwisata, hingga institusi kemasyarakatan strategis, hadir bersama. Kehadiran mereka bukan hanya formalitas, melainkan representasi dari kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga keunikan Danau Toba. Ini adalah bukti bahwa semangat “The Spirit Toward Green Card” bukan hanya milik Badan Pengelola, tetapi telah meresap ke berbagai lapisan masyarakat dan institusi.
Plt. Kepala Dinas Kebudayaan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Utara, Dikky Anugerah, S.Sos, MSP, yang mewakili Gubernur Sumatera Utara, menyampaikan apresiasi mendalam atas peran Bank Indonesia yang bergerak cepat dan strategis. Ini bukan sekadar dukungan finansial atau logistik, tetapi juga pengakuan bahwa sektor ekonomi memiliki peran fundamental dalam agenda konservasi dan pengembangan berkelanjutan. Penekanan beliau bahwa target Toba Caldera UGGp melampaui green card, menuju pariwisata yang berkelanjutan, menunjukkan visi jangka panjang yang patut diacungi jempol. Visi ini selaras dengan tiga pilar utama pengembangan kawasan Danau Toba, Konservasi, Edukasi, dan Pemberdayaan Masyarakat. Ketiga pilar ini adalah fondasi yang kokoh, memastikan bahwa pembangunan di Danau Toba tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal.
Konservasi
Pilar ini adalah jantung dari status geopark. Danau Toba, dengan kaldera raksasa hasil letusan supervulkanik purba, adalah laboratorium alam yang tak ternilai. Upaya konservasi tidak hanya berarti melindungi geosite dan keanekaragaman hayati, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem Danau Toba yang rentan. Ini termasuk pengelolaan sampah yang lebih baik, pengendalian polusi air, serta pelestarian hutan di sekitar danau. Tanpa konservasi yang kuat, keindahan dan keunikan Danau Toba akan pudar, dan status geopark pun terancam. Green card menjadi pengingat bahwa komitmen konservasi harus terus diperbarui dan diperkuat.
Edukasi
Pilar edukasi adalah kunci untuk menanamkan kesadaran dan kecintaan terhadap Danau Toba dari generasi ke generasi. Lokakarya pra-revalidasi ini sendiri adalah bagian dari proses edukasi, menyamakan persepsi dan strategi di antara para pemangku kepentingan. Lebih luas lagi, edukasi harus menjangkau masyarakat lokal, wisatawan, dan terutama generasi muda. Program-program seperti “Geopark Goes to School” yang didukung Bank Indonesia adalah contoh nyata bagaimana informasi tentang geologi, budaya, dan konservasi Danau Toba dapat disebarkan secara efektif. Dengan pemahaman yang mendalam, masyarakat akan menjadi penjaga aktif warisan alam mereka.
Pemberdayaan Masyarakat
Inilah pilar yang memastikan bahwa manfaat dari status geopark dirasakan langsung oleh masyarakat lokal. Pemberdayaan bukan hanya tentang memberikan bantuan, tetapi tentang memampukan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Ini bisa berarti pelatihan keterampilan bagi UMKM lokal untuk memproduksi cinderamata atau kuliner khas, pembentukan kelompok sadar wisata yang mengelola homestay atau trekking, hingga pelibatan mereka dalam pengelolaan ekowisata. Ketika masyarakat merasa memiliki dan mendapatkan keuntungan dari geopark, mereka akan menjadi mitra terdepan dalam menjaga kelestarian.
Peran Bank Indonesia dalam inisiatif ini patut mendapat sorotan khusus. Kehadiran lembaga keuangan sekelas Bank Indonesia menunjukkan bahwa geopark tidak lagi dipandang semata-mata sebagai isu lingkungan atau budaya, melainkan juga sebagai mesin pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Dukungan terhadap Toba Caldera Geobike adalah langkah cerdas untuk mempromosikan pariwisata ramah lingkungan, sementara program “Geopark Goes to School” dan dukungan kurasi geoproduk UMKM adalah bukti nyata komitmen Bank Indonesia dalam pengembangan kapasitas lokal dan ekonomi hijau. Ini adalah perwujudan nyata dari sinergi yang diidamkan.
Masa depan Danau Toba sebagai geopark dunia tidak hanya bergantung pada penilaian UNESCO di bulan Juli nanti. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen berkelanjutan, inovasi tanpa henti, dan kolaborasi yang erat.
Green card hanyalah sebuah penanda, sebuah pengakuan atas upaya yang telah dilakukan. Namun, semangat di baliknya, semangat untuk menjaga, mengedukasi, dan memberdayakan, itulah yang akan memastikan Danau Toba terus menjadi kebanggaan Sumatera Utara dan warisan dunia yang tak lekang oleh waktu. Dengan “The Spirit Toward Green Card” yang terus menyala, kita optimis Danau Toba akan terus bersinar, bukan hanya sebagai destinasi, tetapi sebagai model pembangunan berkelanjutan yang inspiratif.